Danau Kelimutu
Di Desa Pemo, Kecamatan Kelimutu, Kabupaten Ende, Pulau Flores, Nusa
Tenggara Timur, terdapat gunung dengan puncak ketinggian 1.690 m dari atas
permukaan laut. Gunung ini dikenal dengan Gunung Kelimutu. Kelimutu merupakan
gabungan kata dari “Keli“ yang berarti gunung dan kata “Mutu“ yang berarti
mendidih. Suatu keunikan yang menjadikan nama “Kelimutu“ mencuat ke atas
permukaan dunia adalah tiga buah danau kawah berbeda warna yang berada di
puncak gunung Kelimutu, yang pernah meletus pada tahun 1886. Ketiga kawah unik
tersebut diketemukan oleh Van Such Telen, pegawai Pemerintah Hindia Belanda,
pada tahun 1915, dan diperkenalkan kepada dunia oleh Romo Y. Bouman melalui
tulisannya pada tahun 1929. Sejak 26 Februari 1992, kawasan Kelimutu ditetapkan
menjadi Kawasan Konservasi Alam Nasional.
Luas danau Kelimutu (dalam bahasa setempat, danau = tiwu) ini sekitar 1.051.000 m2 dengan volume air 1.292
juta m3. Danau pertama dan kedua letaknya
sangat berdekatan, sedangkan danau ketiga terletak menyendiri sekitar 1,5 km di
bagian Barat. Sebagai pembatas antara ketiga danau tersebut, dinding batu dengan
ketinggian berkisar antara 50 hingga 150 meter. Dinding ini sangat terjal
dengan sudut kemiringan 70 derajat, serta mudah longsor. terdiri atas tiga
danau dengan warna masing-masing.
Danau vulkanik ini awalnya terdiri atas tiga warna, yaitu merah, putih, dan
biru. Ketiganya dinamai dan dipercayai masyarakat sebagai tempat yang sakral. Danau
berwarna merah (Tiwu Ata Polo) diyakini sebagai tempat berkumpulnya jiwa
orang-orang yang telah meninggal dan selama hidup selalu melakukan
kejahatan/tenung. Danau berwarna putih (Tiwu Ata Mbupu) merupakan trmpat
berkumpulnya jiwa-jiwa orangtua yang telah meninggal. Sedangkan danau berwarna
biru (Tiwu Nuwa Muri Koo Fai) adalah tempat berkumpulnya jiwa muda-mudi yang
telah meninggal. Keterangan ini diperoleh dari satu-satunya batu bertulis
informasi tentang misteri Kelimutu tersebut.
Warna ketiga danau ini dapat berubah pada waktu-waktu tertentu. Dalam kurun
waktu 25 tahun terakhir ini, terhitung sudah 12 kali terjadi perubahan warna
yang terjadi pada danau kelimutu. Inilah
salah satu daya tarik yang sangat magnetis terhadap para ilmuwan yang dikuasai
penasaran. Penduduk setempat meyakini bahwa perubahan warna ketiga danau
tersebut menunjukkan gejala alam yang akan timbul seperti gunung berapi
meletus, adanya longsor, musibah alam lainnya atau musibah lainnya. Sedangkan kalangan ilmuwan dan peneliti memberikan informasi, aktivitas
Gunung Berapi Kelimutu, pembiasan cahaya matahari, adanya mikro biota air,
terjadinya zat kimia terlarut, serta akibat pantulan warna dinding dan dasar
danau, adalah penyebab perubahan warna itu. Penjelasan singkat bahwa perubahan
warna air ke biru putih (sekarang hijau) dimungkinkan oleh perubahan komposisi
kimia air kawah akibat perubahan gas-gas gunung api, atau dapat juga akibat
meningkatnya suhu. Sementara itu, meningkatnya konsentrasi besi (Fe) dalam
fluida menyebabkan warna merah hingga kehitaman (sekarang cokelat tua). Adapun
warna hijau lumut dimungkinkan dari biota jenis lumut tertentu
Kelimutu sebagai kawasan pegunungan
menawarkan udara bersuhu rendah dengan sensasi yang menyejukkan. Di kawasan
seluas 5.356,5 hektar itu juga mudah ditemukan aneka jenis flora dan satwa liar
langka. Burung garugiwa merupakan salah satunya. Burung berkepala warna hitam,
sedangkan badan, sayap, hingga ekor berwarna hijau kekuningan ini merupakan
spesies endemik di sana yang tidak terdapat di tempat lain.
Burung garugiwa biasa berkicau mulai pukul
06.00 hingga 10.00 saja. Kicauan burung ini berbeda-beda sesuai ketinggian.
Pada kawasan 1.400 meter di atas permukaan laut, ada sekitar 12 kicauan.
Menurut penduduk setempat, pada ketinggian lebih dari 1.400 meter di atas permukaan
laut, terdapat burung- burung yang memiliki sekitar 17 kicauan. Belum lagi di
Kelimutu juga terdapat arboretum, hutan mini seluas 4,5 hektar, tempat
tumbuhnya berbagai jenis pohon yang mewakili potensi biodiversitas Taman
Nasional Kelimutu. Di sana terdapat aneka flora yang jumlahnya 78 jenis pohon,
yang berkelompok dalam 36 suku, juga kawanan kera ekor panjang yang memerlukan
bantuan pawang untuk menyaksikannya.
Medan yang dilalui di sepanjang jalan dari
kota Ende sampai Danau Kelimutu berkelok-kelok, naik turun bukit tinggi, dengan
lebar jalan hanya 4 meter. Di sisi kanan-kiri jalan tersebut adalah tebing.
Oleh karena itu, diperlukan kondisi tubuh yang sehat dan ekstra hati-hati untuk
melalui medan ini.