Rabu, 29 Agustus 2012

Belajar Mandiri


Membangun Fondasi Keberhasilan Yang Kuat dengan Belajar Mandiri


 Perlu kita sadari bahwa dunia pendidikan kita terus melemah dan semakin jauh dari cita-cita Negara Kesatuan Republik Indonesia. Setiap akhir tahun pelajaran, kita selalu diingatkan tentang tingkat keberhasilan kegiatan belajar mengajar yang diselenggarakan dalam enam tahun sekolah dasar, tiga tahun sekolah menengah pertama, dan tiga tahun sekolah menengah atas. Hasilnya, presentasi kelulusan siswa di tiap jenjang pendidikan amat jarang mencapai angka sempurna. Grafik kelulusan nasional tampak berantakan, terkadang meningkat dengan drastis, menukik tajam, naik-turun pada kisaran angka standar. Masalah-masalah yang berakar dari ketidakdisiplinan masih terus mewarnai  penyelenggaraan Ujian Nasional. Dari sudut pandang tersebut, kita dinyatakan belum berhasil dalam pendidikan. Kenyataannya, pendidikan adalah dasar dari semua sektor yang ada. Maka  sudah jelas kegagalan ini merupakan jawaban dari berbagai masalah dalam NKRI. Lalu kapan kita berhasil?

 
Pendidikan nasional kita tidak cukup baik. Namun, kesadaran kita rupanya masih jauh dibawah. Terkadang kita memang lupa bahwa ada kehidupan orang lain selain kehidupan kita, ada negara lain selain Indonesia. Ada baiknya kita menengok ke kancah internasional, dimana posisi kita dalam pendidikan dunia. Berdasarkan penilaian yang dikeluarkan Quacquarelli Symonds (QS) Wold University Ranking 2011/2012 pada 5 September 2011, Universitas Indonesia (UI) berada pada peringkat ke-217 dan ditempatkan sebagai satu-satunya Perguruan Tinggi di Indonesia yang masuk dalam Top 300 Universities of The World. Posisi UI sebagai wakil Indonesia dalam bidang pendidikan memang mengagumkan dan kita perlu bangga akan prestasi gemilang dari Perguruan Tinggi terbaik yang dimiliki Indonesia ini. Universitas Indonesia sebagai yang terbaik merupakan tempat berkumpulnya pelajar terbaik se-Indonesia. Namun di Indonesia terdapat lebih dari 3.070 Perguruan Tinggi. Bagaimanakah posisi yang lain dalam pendidikan dunia? Sedangkan hanya 17 Perguruan Tinggi Indonesia yang masuk nominasi 500 Perguruan Tinggi terbaik dunia. Mengapa begitu? Maka kita beralih ke dalam lingkup yang paling sederhana, yaitu di dalam ruang kelas belajar, dimana kepribadian belajar siswa akan terlihat jelas.


Rata-rata dari jumlah 40 siswa di kelas, hanya terbatas kurang dari 5 siswa yang benar-benar memperhatikan penjelasan guru. Dari jumlah yang sangat kecil tersebut, hanya 1 atau 2, bahkan tidak ada sama sekali, yang benar-benar memiliki kesadaran akan belajar. Beberapa malah merasa bahwa rangkaian proses pendidikan yang mereka dapatkan adalah sebuah keterpaksaan yang harus mereka jalani. Masalahnya, banyak yang tidak menyadari akan arti pentingnya pendidikan, kebanyakan pelajar menggantungkan diri pada pendidik mulai dari proses belajar hingga sarana, kemandirian diri dan kedisiplinan yang masih rendah. Buku sumber yang menjadi bahan pembelajaran di kelas akan menjadi satu-satunya, bahkan kebanyakan merasa rugi apabila buku sumber yang mereka beli atau dapatkan tidak sama dengan yang dimiliki pendidik. Padahal sebenarnya perbedaan tersebut justru akan memperkaya. Buku-buku tersebut tidak akan dibaca apabila tidak ada tugas atau jadwal ulangan. Apabila terjadi kekosongan pendidik dalam proses pembelajaran, maka para siswa cenderung melakukan aktivitas diluar kegiatan pembelajaran mereka, seperti bergosip, bergurau, dan sebagainya. Pekerjaan rumah sebagai upaya agar para siswa dapat mengerti materi pelajaran yang didapatkan dan sebagai salah satu cara untuk memanfaatkan waktu luang di rumah bahkan sering ditunda penyelesaiannya di sekolah atau tidak diselesaikan. Jarang sekali kita temukan pelajar yang benar-benar menekuni belajarnya sebagai sebuah kewajiban dan rutinitas. Kurang lebih begitulah potret kebanyakan pelajar.


Pembenahan total adalah kebutuhan kita saat ini. Pertama-tama perlu adanya kesadaran dalam diri kita semua tentang makna pentingnya pendidikan dan pengaruhnya yang luar biasa terhadap semua sektor di dunia. Sementara itu, dukungan eksternal bagi proses pembelajaran sudah cukup memadai. Teknologi semakin maju dan mempersembahkan berbagai kemudahan yang adil merata untuk semua bidang, termasuk pendidikan. Penemuan-penemuan dalam bidang pendidikan tidak kunjung habis, baik yang berwujud sistem maupun barang, semuanya membantu dalam proses pembelajaran. Contoh yang paling konkret adalah Internet. Kita bisa mengakses informasi apapun, darimanapun, kapanpun. Masih banyak contoh lain yang sering kita rasakan manfaatnya dalam proses belajar kita. Namun penggunaannya seringkali tidak sesuai dengan tujuan yang seharusnya. Teknologi menciptakan kemudahan yang melenakan sekaligus membuat zaman semakin terasa sulit. Para pakar pendidikan kemudian mengembangkan suatu teori mengenai gaya belajar yang dinilai efektif dan efisien. Gaya belajar ini adalah Belajar Mandiri (Self-directed Learning).


Belajar Mandiri (Self-directed Learning) bukan berarti belajar sendiri, melainkan berarti belajar dengan inisiatif dari diri sendiri, dengan atau tanpa bantuan orang lain dalam belajar. Pelajar tidak diharapkan menjadi orang yang tidak memerlukan bantuan pihak lain, namun menjadi orang yang tahu kapan dan pada siapa ia membutuhkan bantuan. Bantuan yang dimaksudkan bisa dalam beraneka bentuk sesuai kebutuhan. Misalnya saja buku sumber pendukung pembelajaran, sumber informasi, saran, masukan, nasehat, dukungan, motivasi, dan sebagainya.


Berikut adalah pengertian belajar mandiri yang disampaikan oleh Hiemstra (1994:1) :
 
1.      Setiap individu siswa berusaha meningkatkan tanggung jawab untuk mengambil berbagai keputusan dalam usaha belajarnya;
2.      Belajar mandiri dipandang sebagai suatu sifat yang sudah ada pada setiap orang dan situasi pembelajaran;
3.      Belajar mandiri bukan berarti memisahkan diri dengan orang lain;
4.      Dengan belajar mandiri, siswa dapat mentransfer hasil belajarnya yang berupa pengetahuan dan keterampilan ke dalam situasi yang lain;
5.      Siswa yang melakukan belajar mandiri dapat melibatkan berbagai sumber daya dan aktivitas, seperti: membaca sendiri, belajar kelompok, latihan-latihan, dialog elektronik, dan kegiatan korespondensi;
6.      Peran efektif guru dalam belajar mandiri masih dimungkinkan, seperti dialog dengan siswa, pencarian sumber, mengevaluasi hasil, dan memberi gagasan-gagasan kreatif;
7.      Beberapa institusi pendidikan sedang mengembangkan belajar mandiri menjadi program yang lebih terbuka (seperti Universitas Terbuka) sebagai alternatif pembelajaran yang bersifat individual dan program-program inovatif lainnya.

 
Self-directed learning adalah kegiatan belajar mandiri, sedangkan orang yang melakukan kegiatan belajar mandiri sering disebut siswa mandiri (self-directed learners). Abdullah, M.H (2001) dalam ERIC digest No. 169 mengatakan self-directed learners adalah sebagai “para manajer dan pemilik tanggung jawab dari proses pembelajaran yang mereka lakukan sendiri”. Individu seperti itu mempunyai keterampilan untuk mengakses dan memproses informasi yang mereka perlukan untuk suatu tujuan tertentu. Dalam belajar mandiri mengintegrasikan self-management ( manajemen konteks termasuk latar belakang social, menentukan, sumber daya dan tindakan) dengan yang self-monitoring ( proses siswa dalam memonitor, mengevaluasi, dan mengatur strategi belajarnya).
Burt Sisco dalam Hiemstra (1998) membuat sebuah model yang membantu individu untuk menjadi lebih mandiri dalam belajar. Menurut Sisco ada 6 langkah kegiatan untuk membantu individu menjadi lebih mandiri dalam belajar, yaitu: 

1.      Preplanning (aktivitas sebelum proses pembelajaran),
2.      Menciptakan lingkungan belajar yang positif,
3.      Mengembangkan rencana pembelajaran,
4.      Mengidentifikasi aktivitas pembelajaran yang sesuai,
5.      Melaksanakan kegiatan pembelajaran dan monitoring, dan
6.      Mengevaluasi hasil pembelajar individu.

 
Sisco menggambarkan model tersebut di atas dalam bagan sebagai berikut:

Gambar 1
Model Pembelajaran individual (Sumber: Hiemstra. 1998)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar